Kamis, 14 Oktober 2010

Stranger Than FIction (2006)

Pernah nggak kalian membayangkan bagaimana hidup kita akan berjalan jika kita bisa mengintip seluruh perjalanan hidup kita kedepannya ? Semuanya yang akan terjadi dalam hidup kita sudah diketik rapi dan ter-spoiler di hadapan kita. Saya nggak yakin hidup kita bakal bisa dinikmati karena element of surprise nya sendiri udah nggak ada. Tapi bagaimana kalau hidup kita saat ini sedang ditentukan oleh ketikan novelis di suatu tempat secara live? Apalagi sang novelis dan tokohnya tidak saling mengetahuinya ?



Harold Crick (Will Ferrell) adalah seorang auditor pajak yang menjalani hidupnya dengan kaku dan membosankan. Semuanya berjalan normal sampai suatu ketika dia mendengar suara narrator yang menarasikan hidupnya seperti sebuah dongeng. Di tempat yang lain, seorang novelis terkenal, Karen Eiffel (Emma Thompson), sedang dalam tahap menyelesaikan novelnya, yang tanpa ia sadari telah mengontrol jalan hidup Harold. Sementara Harold sedang mencoba membuat hidupnya lebih ceria dan akhirnya jatuh cinta kepada Ana Pascal (Maggie Gyllenhaal), seorang pemilik toko kue yang menunggak pajak, Karen sedang berpikir keras mengenai ending dari novelnya. Dia bisa membuat novelnya sebagai novel komedi-cinta dengan ending yang gembira, tapi bagaimana bila dia membuat novelnya sebagai novel tragis ?

Ide ceritanya yang kreatif, ‘out-of-the-box’, dan liar ini benar-benar bisa membuat saya terkunci mengikuti film ini selama 113 menit. Secara genre, film ini sebenarnya masuk ke drama-komedi-romantis. Bukan genre yang saya banget, tapi ya ampun, siapa sih yang bisa tahan nggak penasaran dengan film ini ?

Salah satu hal yang menarik di film ini adalah banyaknya bintang-bintang terkenal yang diusung sebagai castnya. Sebut saja Will Ferrell, Dustin Hoffman, Queen Latifah, dan masih banyak lagi. Tapi hal yang paling menarik perhatian saya adalah akting Will Ferrell yang sangat natural dan berjiwa, seakan-akan saya bisa merasakan kegelisahannya dan kebingungannya. Sayangnya, menurut saya kehadiran Queen Latifah hanya sekedar pajangan di film ini. Kalau misalkan saya jadi sutradara dan mengganti namanya dengan yang lain, sepertinya keanggunan cerita ini nggak bakal banyak berubah.

Selain hal-hal yang saya sebutkan barusan diatas, cerita dan suasana yang diangkat di film ini berhasil bikin saya menikmati kejadian demi kejadian di film ini. Ceritanya nggak terlalu cheesy. Seperti obat yang dilapisi sirup manis, saat dinikmati akan terasa sedikit pahit, yang justru semakin menguatkan rasa manisnya. Konflik-konflik yang disajikan terasa seimbang dan tidak menjadikan film ini sebagai film komedi-gelap belaka, tapi justru menjadikan film ini sebagai film drama yang unik.

‘Bitter-sweet’, mungkin itu kata yang tepat buat mendeskripsikan film ini secara singkat. Kisah drama romantis yang sedikit gelap. Buat saya, film ini berkesan banget, karena selain ide ceritanya yang menggelitik saraf penasaran, pesan yang ditawarkannya sangat ‘ngena’ di hati saya. Dalam hidup pasti akan selalu timbul konflik, nggak jarang keputusan yang harus diambil adalah hal yang paling berat dilakukan. Tapi menjadikan prosesnya sebagai hal yang manis, mungkin mengurangi rasa pahitnya. Hey, don’t you think our life is stranger than fiction too ?

“Truth is stranger than fiction, but this is because fiction is obliged to stick to probability; truth is not.” –Mark Twain


Dimas Dwi Adiguna

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Walopun blog dimenonton.blogspot.com ini sifatnya tidak serius dan bebas, tapi tetap jangan melakukan hal-hal yang merugikan pihak lain.

Jangan melakukan spam, iklan, hujatan terhadap individu atau objek lainnya dengan kata yang kasar (ofensif), spoiler, dan hal lainnya yang mengganggu kenyamanan. Komentar yang dipostkan disini akan dimoderasi dulu.

Happy commenting ;)